Wednesday, January 6, 2016

Tour De Java

Tahun 2015 sudah berakhir beberapa waktu lalu, dan sekarang sudah hampir pertenghan Januari 2016. Rasanya waktu sangat cepat berlalu, apalagi bila dihabiskan bersama dengan orang-orang terkasih dan dengan cara yang tak terlupakan. Tahun- tahun sebelumny saya menghabiskan waktu dengan suami dengan touring, kadang juga berkumpul dengan handai taulan di kediaman keluarga besar saya atau hanya sekedar barbeque sederhana di halaman rumah.

Berbicara mengenai acara tahun baru, hal yang paling menyenangkan buat saya adalah dengan touring. Penghujung tahun 2014 saya habiskan dengan menu Tour De Java. Ya saya sebut ini Touring keliling Jawa. Bagaimana tidak,  saya menghabiskan waktu di atas kendaraan roda dua sepanjang Jakarta- Bromo selama 7 hari. Tujuan utama saya sebenarnya adalah Kawah Ijen, tapi suami punya rencana lain, yaitu menuju Bromo. Memang kami telah menghilangkan kesempatan touring di tahun sebelumnya, maka penghujung tahun 2014lah ia memutuskan untuk menjelajah Bromo. Merasakan luasnya padang pasir.
Maka inilah cerita kami..

Bergegas dari Jakarta menuju Pantura bukanlah perjalanan mudah. Berangkat dari rumah sekitar pukul 3 sore tanggal 27 Dec 2014. Kami harus bermacet-macet ria sepanjang Kali Malang hingga Bekasi. Apakah macet telah usai? Belum. Dari Bekasi kami ambil jalan lurus menuju Jalur Pantura. Perjalanan seakan tak berujung. Sepanjang jalan kanan kiri kami hanya pematang sawah. Kami harus berhenti setiap 3-4 jam sekali untuk beristirahat. Lalu kami lanjutkan perjalanan. Saya dan suami tidak hanya berdua, tapi bertiga. Seorang teman club suami saya ikut serta diperjalan ini. Teman kami yang lain sudah berangka pada tanggal 25 Dec 2015, mereka telah sampai di surakarta.


Pemberhentian di setiap SPBU membuat kami sedikit relex karena SPBU menyediakan tempat istirahat, toilet yang nyaman dan juga kantin. Kami juga bisa mandi di beberapa SPBU besar di sepanjang Pantura.

Kami menuju Surakarta, lewat jalur Tengah. Kami sempat melewati jembatan Comal yang sempat rubuh beberapa waktu lalu, kamipun melewati kota Batik Pekalongan. Sayang, kami tak sempat singgah untuk berbelanja karena tujuan kami adalah Bromo. Perjalanan menuju Surakarta menempuh waktu sekitar 3-4 Jam dari jogja. Kami menikmati hangatnya matahari setelah di temani dinginnya malam. Kami juga tak singgah di Jogja meskipun ingin sekali rasanya makan sate klonyol di ujung jalan Malioboro. Kami tiba di Surakarta pada malam hari. Kami pun beristirahat hingga keesokan harinya. Suguhan sarapan khas Jawa Tengah pun menggoyang lidah kami. Hari Senin, 29 Dec 2015 kami habiskan dengan berjalanan-jalan menikamati kota dengan mengunjungi beberapa tempat wisata. Pantai Klayar menjadi destinasi utama, karena hasil browsing mengatakan pantai itu sngat indah dan layak jadi top prioiry di Jawa Tengah. Berada di Pacitan, lokasi nya cukup mudah di jangkau tapi tracknya cukup terjal, menikung dan menanjak disertai jurang di kiri jalannya. Di sepanjang jakan itu, terdapat wisata alam lainnya yaitu Gua Gong.. Saya lebih tertsrik pada Pantai, jadi kami lanjutkan perjalanan menuju pantai Klayar. Sesampainya di pintu masuk, mata sudah di manjakan dengan bentangan laut biru yang indah serta semburan seruling yang terkenal itu.

Pulang dari Klayar kami tak kembali ke Surakart tapi melanjutkan Perjalanan ke kota yang terkenal dengan Reogny! Cm sebentar sih tapi kami mampir untuk melepas lelah sesaat di sana. Lalaunkami menginap di Kota Pecel, Madiun. Alhamdulillah kami sempat tidur semalam di rumah teman suami saya. Jangan tanya bagaimana di sana karena sudah bisa tidur saja kami sudah sangat bersyukur. Tuang yang sangat ramah memberi sajian khas setempat. Pecel Madiun. Mmmmmm pecelnya enaaaaaak banget. Saya sampai minta bumbunya untuk dibawa pulang ke Jakarta.  Sepanjang jalan di Madiun, semua penjual pecel.  Saat memutuskan menuju Bromo, di sinilah drama dimulai.
Siang itu, kami tak sempat mandi, suami saya tetap bersikeras untuk melihat fajar awal tahun di Puncak Bromo, namun teman kami tak sependapat. Berbagai alasan kerap menjadi pertimbangan. Mulai dari kendaraan yang kurang OK, tidak tahu arah, hingga alasan klasik soal kemacetan di malam tahun baru. Entah setan apa yang merasuki saya dan suami, kami berdua akhirnya memutuskan untuk bergegas siang itu juga. Mandi di SPBU adlah salah satu yg kami lakukan untuk bersih-bersih. Pasti kalian bertanya2 "mengapa bukan di rumah?"  Nanti saya jawab y heheheh. Lalu setelah semua beres, suamipun mengecek smua kelaikan jalan kendaraan roda dua kami. Ya kami menunggsngi Motor Scorpio buatan tahun 2012. Bensin sudah penuh, rem, gas, kopling smua sudah OK. Barang- barangpun sudah masuk dalam box.

Di teras, saya dan suami mulai sibuk mengaktivkan semua navigasi yang kami punya, Google Map, HERE Drive+, HERE Maps, dan MAPS. Kami jalankan semua paket internet yang kami punya. Recharge smartphone. Mengatur portable charger yang ada pada motor yang telah di sesuai,an sedemiksn rupa sehingga kami bisa merecharge smartphone kami di motor.  Smua sudah siap, kami berangkat selepas Maghrib. Bismillahirrahmanirahim.

Dari awal, kami mengandalkan plang penunjuk jalan yang ada, kami memutuskan untuk hemat baterai smpai kami benar-benar butuh GPS. Disetiap pertigaan, kami perhatikan betul arah yang kami ambil, kami selalu mengambil arah ke Surabaya.  Berjam-jam kami menyusuri malam berteman trusk dan bus malam yang berseliweran. Kami tak takut teraesat, kami hanya takut akan kendaraaan yang berton-ton beratnya oleng dan menimpa kami. Bayangkan saja, truk penganangkuy pasir, besi, dan mungkin tambang melintas dengan kecepatan tinggi. Sedangkan penerangan hanya mengandalkan penerangan jalan yang temaram.

Kami terus melaju, tak terasa sudah hampir jam 10 malam dan kami belu sampai di Malang. Malangnya lagi, hujan deras sedekit membuat saya gemetar. Buka. Karena dingin, tapi takut terperosok jurang. Di sepanjang jalan Pujon, kanan kiri hanya jurang dan kendaraan yg ada tidak lebih dari lima. Itu pun kami berkejar-kejaran, blm lagi longsor yang hampir membuat ban slip.
Perjalanan menuju Malang semakin dekat, pukul 02 dini hari 31 Dec 2015. Kami mencoba menghubungi contact person yang dinrekomendasikan , tapi ada daya kami tidak dapat mngehubunginya karena menurut ssukit dihubungi. Kali ini kami benar- benar takut tersesat. Tak ada seorangpun yang kami kenal. Kami ingin sekali tidur, tubuh kami remuk redam oleh rasa takut dan dinginnya malam. Kami  hanya benar- bensr ingin tidur karena rencana lainnya sudah menunggu. Di perjalanan masuk kota Batu, Malang kami sedikit lega karena penunjuk jalan mengatakan kami hanya beberapa ratus meter lagi sampai di alun- alun. Ketika berhenti di SPBU, kami sempat bertanya kepada orang setempat, kemana arah mana kami harus pergi, lalu petunjuk pun mengrah kelaun-alun kota Batu, yaitu batu Night Park. Ketika meuju ke sana,mpertolongan yang di luar dugaan datang, Allah Maha Besar. Salah satu anggota club motor setempat tiba-tiba menghampiri kami " maunkemana bro?" Suami saya segera berhenti dan mereka berjabat tangan ala anak club motor. Meskipun club motor tersebut sedikit notorious, tapi tidAk menyurutkan semnagat tolong menolong sesama brotherhood. Ia membantu kami mencarikan penginapan yang murah meriah. Kami sempat menikmati kuliner Malang, ketan susu, bakso malang dan susu segar di sekitaran alun-laun. Alhamdulillah kami pun kenyang. Segera menuju penginapan yang di tuju, kami pun deal dengan harga 250 ribu per malam. Kita pun sepakan untuk menyewanya. Amat disayangkan dia tak bisa ikut dengan kami ke Bromo, tapi ia menunjukkan arah yang harus kami tempuh. Lengkap dengan akomodasiny. Menuju Bromo harus menumpang Jeep, katanya. Satu mobil di sewa dengan harga 500ribu. Krnapa harus jeep? Medan yang terjal membuat jeep adalah satu-satunya kendaraan wajib dan mampu menembus kaki gunung Bromo.
Tak di sangk! Ketika saya membuka Path, ada seorang teman yg kebetulan baru smapi di Airtport di Malang, ia pun menawarkan untuk menyewa bersama. Tapi suami saya memilih untuk tetap naik motor, karena teman-teman sebelumnya pun berhasil naik motor.

PEtualnagan di Malang di sambut dengan hujan. Tak mungkinkami kembali ke penginapan, itu sama saja menggagalkan rencana melihat fajar di tahun baru.
 Tujuanp pertama, Museum Angkut, ini adalah destinasi top priority di Malang. Kami sangat menyukai dunia automotif, mulai dsri motor, mobil klasik dan kendaraan lainnya.  Sesampainya di sana, kami pun harus antri untuk msuk. Di antrian, tertera beberapa tarif. Untuk terusN 185ribu, mencakup Muuseum angkut dan museum topeng. Tarif lainnya adalah bila membawa kamera professional, akan dikenakan tarif 50ribu. Bila ingin berfoto di tempat yang di sedikan jugadi kenakan tarif sebesar 50rb.
Kami sangat antusias mengitari museum. Bahkan tsk cukup dua jam untuk berkelilingpadhal destinasi selanjutnya kami ingin ke Malang Secret Zoo, tpai waktu tak bersahabat. Kami kembali ke Alun-Alun untuk berkuliner, twpi jalan sudah di tutup untuk acara pengajian mesjid alun-alun. Kami cukup kewalahan dengan kemacetan di kota apel itu.  Akhirnya kami makan di restoran steak terdekat. Sesuia bersantap malam, kami bergegas menyusuri malam menuju Bromo. Petualangan selanjutnya yang menceka,.

Lagi-lagi hanya mengandalkan plang dan GPS. Kami mengikuti semua petunjuk, hingga kami tiba di suatu Pasar, kami mulai kehilangan arah, kami pun bertanya pada penjual di pasar, tapi sebelumny, ada beberpa anak muda yang berjalan kaki yang membawa cariel serta menggunakan sepatu gunung. Kami yakin mereka searsh dengan kami. Kami pun bertanya  kepada penjual buah " pak ini arah Bromo y?"  Dan bapak itu hnya merespon dengan menunjuk arah lurus saja " lurus aja itu ke Bromo".  Kami melanjutkan perjalanan dengan optimis. GPS tetap menyala, kami pun mengikuti arahan suara smartphone. Kami berbelok sesuai arahannya, taipi ada yang janggal, mengapa ini semua adalah koplek rumah penduduk?? Kami tetap menyusuri jalan, berharap ini adalah jalan pintas. Tapi ternyata secanggih canggihnya peta digital, tetap penduduk setempat yang menguasai medan tempur kami. Kami segera berbalik arah, kami hiraukan suara digital yang meminta kmai berbalik arah.  Suasana yang tadinya mengkhawatirkan berubah menjadi gelak tawa yang tak terlupakan.  Kami pu. Kembali kejalan yang benar.  Kami kembali mengikuti plang dan arahan peta digital.  Sudah hampir sampai, beberapa,pendaki Semeru dan Bromo mulai nampak. Nmereka rata-rata berjalan kaki, tidak seperti kami.  Tibalah kami di pintu masuk Gunung Bromo. Kami membeli karcis seharga 5ribu per orang dan kendarang sekitar 10ribu.  Kami yak sanggup menerjang dingin kala itu. Suhu sudah mencapai 15  derajat celcius. Nafas kami sudah berkabut. Sedangkan jalan menuju Pannajakan masih jauuuuuuuuuuuuuh di seberang lautan pasir.  Kami  sempat putus asa, mengingat kondis motor kami sepertinya tak layak untuk track ini. Kami pun mengamati kendaraan roda dua lainnya. Satu persatu motor matic tiba, merka kuat kok, batin saya. Oo pantes, masih tahun baru. Ok kami putuskan untuk membuntutui motor-motor t ersebut. Tidak ada penerangan sama sekali. Beberapa oengendara terkesan cuek satu dengan lainnya. Kami mengeluarkan senter dan menyalakannya dengan fokus cahaya dekat. Subhanallah, trackny sungguh berbahaya. Teman kami yang terlebih dahulu berkunjung sudah memperingatkan kalau ini terjal dan saya harus turun dsri motor. Akhirnya saya pun turun, dan menerangi jalan didepan, alangkah bahaynya track ini bila tak menguasai meda. Batu- batu besar berserakan, lumpur pun tak memberikan kami rehat. Ticak hanya itu, minimnya cahaya sangat memungkinkan kami untuk salah arah. Hanya cahaya rembulan yang ada beserta ronanya. Saya mungkint tak sadar menginjak beberapa tanaman langka saat itu, tapi saya hanya memastikan bawhea motor kami tidak akan slip. Beberapa Suku Tengger mengenakan sarung lewat, tapi tak satupun menyapa kami.mkami tetap berjalan menyusuri bebatuan. Kasaya kahirnya naik ke motor, kami sudah bebas adri bebatuan itu dan lumpur. Tapi bahaya lain ternyata sudah menghadang. Lautan pasir. Pasir-pasir ini sungguh membuat aya harus berpegangan erat. Kalau tidak saya akan jatuh. Kami menyadsri beberap saat kemudian, bahwa ban motor kami adalah ban aspla, tidak ada gripnya sehingga akan slip di pasir. Danbenar saja, ban motor slip dan kami terjatuh, tap untunglah kami tidak apa-apa. Beeberapa tenda kami jumpaintapi tak satupun yang menolong.mmungkin mereka pun sedang istiraht atau mungkin mereka juga takut untuk keluar tenda. Dinginnya malam ymembuat makin mencekam tatkala, di sana hanya ada saya, suami dan motor kami yang terus menyusuru pasir. Entha kapan kami menemukan sekumpulan manusia lainnya. Pasir- pasir ini basah sehingga sedikit ambles dan membuat motor sedekit berat, lalu membuat daratan pasir ini bergelombang,, ini adalah tantangan selanjutnya. Jalan bergelombang membuat motor berisko slip, itu sebabnya hanya jeep yang boleh lewt. Oya satu lagi, kuda. Hanya kuda.


No comments:

Post a Comment