Monday, August 30, 2010

The Language Class

Language Dinner

d' Dinner

Rizka-Sha2-Icha   
Language Class in the 'Aquarium'Class

Sunday, August 29, 2010

Trio Kwek-Kwek


Racun-iLa
3

Iecha-iLa-Racun
iecha-iLa-raCun-Vyot

The Boys

Bukber @ Happy Kitchen




waiting for the meals

The Reunion


sonia-icha

after breakfasting















@La Piazza

waiting 4 the meals

3 serangkai

4 sekawan





Mau langsing????try this!

Langsing Alami Lewat Cara Bernapas

VIVAnews - Ingin lebih langsing? Cobalah bernapas dengan benar. Mempraktikkan teknik pernapasan dengan benar bisa membantu Anda menurunkan berat badan. Itu karena keseimbangan antara pemikiran dan tindakan diperlukan dalam pelangsingan tubuh.
"Stres emosi bisa membuat berat badan meningkat, karena mempercepat konversi dari kalori menjadi lemak. Sehingga Anda lebih mungkin untuk makan lebih banyak atau memilih makanan yang tidak sehat selama masa stres," kata Dean Ornish, MD, kepala Preventive Medicine Research Institute di California, Amerika Serikat.
Dean mengungkapkan bahwa mengelola stres juga berarti mengelola berat badan. Salah satu cara mengelola stres dan berat badan adalah dengan bernapas secara perlahan. Itu akan mengurangi hormon stres pada tubuh.
Untuk itu ketahui cara bernapas perlahan yang disebut dengan teknik mengerutkan bibir. Ambil napas melalui hidung selama empat detik. Kemudian diikuti dengan menghembuskan napas selama delapan detik dengan posisi bibir mengerut (seperti meniup melalui sedotan).
Lakukan cara ini jika Anda saat merasa kesal atau marah dan ingin melampiaskannya lewat makanan. Cara ini cukup efektif untuk menstabilkan emosi dan mengurangi stres. Tubuh pun tak melar. (pet)

Sunday, August 22, 2010

Australia

September 2010
Baru aja kemarin gw bilang gimana kekhawatiran gw dan dia kalo berada dalam jarak yang memisahkan. Sekarang ada masalah baru. Gw dapet tawaran menjadi dosen dan harus S2. Gw memang fresh graduate dan ga mungkin untuk ngajar S1 juga. So, gw harus ambil post graduate gw dan itu semua ditanggung oleh universitas yang akan mempekerjakan gw. Sejenak ga ada masalah, lalu tawaran makin menggiurkan ketika gw bisa melanjutkan postgraduate gw di negeri Kanguru. Ini memang kesempatan emas. Masalahnya adalah gw harus meninggalkan impian2 gw sma EKO untuk dua tahun kedepan. Dan nyokap gw pun belum mennyetujui gw dan eko. Sekilas memang semua baik2 aja. Tapi hubungan jarak jauh dan masa depan hubungan gw adalah taruhannya. Kalo gw ambil S2 gw di Indonesia, bukan tantangan namanya, dan hubunygan gw aman, gw bisa handle. tapi kalau Aussie?belum tentu gw bisa ke sana gratis. Tapi belom tentu gw bisa kendalikan hubungan ini. Segala macam hal bisa terjadi. Memang semua udah serba canggih tapi gw manusia biasa yang punya curiga dan cemburu. Dekat aja gw bisa sewot minta ampun kalo dia pergi tanpa sepengetahuan gw, apalagi kalo ini di luar jangkauan gw. Lalu gimana sama nasib hubungan yang backstreet ini? Gw maunya eko bilang keseriuannya ma nyokap gw biar gw di sana bisa belajar dengan sepenuh hati. Dan gak mengkhatirkan apapun tentang dia karena nyokap gw uda tau kalo dia akan nunggu gw selesai pendidikan dari negeri kiwi itu. Tapi dia seakan gak mau membahasa itu saat ini. Belum ada niat dia untuk menyatakan semua itu. Dan itulah yang gw takutkan, dia pergi ninggalin gw saat gw menuntut ilmu.australia bukan Negara sedekat singapura atau Malaysia yang bisa ditempuh dengan jalur darat sumatera dan ga murah pula cost yang dibutuhkan. Gw bener2 takut.


Kekhawatiran gw sirna seketika waktu eko bilang kalo itu semua belom tentu benar adany. Karyawan atau dosen yang mau diangkat sekalipun belum tentu akan dibiayai institusinya untuk sekolah lagi, S2 pula, luar negeri pula. Tapi itu semua Cuma spekulasinya aja. Belum terbukti kebenarannya. Kalo emang dia butuh S2, pasti dengan biaya mandiri, buka beasiswa. Klaupun dia harus mengeluarkan biaya untuk S2 seorang dosen, pastilah mereka-mereka juga yang ada pada institusi itu, bukan dari pihak luar.


Gw pun mengkonsultasikan hal ini yang gw anggap mampu memberi gw jalan keluar: M. Maya Sekartaji. Dosen gw waktu gw kuliah. Menurut dia semua ada konsekuensi dan tanggung jawabnya. Jangan sampe gw nyesel dikemudian hari dengan gelar yang ada dibelakang nama gw. Mengajar itu bukan perkara mudah, butuh keterampilan, gak Cuma pendidikan. Percuma kalo gelar gw luar negeri tapi gw gak bisa mempertanggungjawabkannya dan hanya bikin malu.
Sejenak gw tilik apa yang gw rasakan waktu tawaran itu ada dihadapan gw. I was so happy, ssosooooooo haaapppy. Gak tau gimana menggambarkannya tapi gw bener2 seneng banget dapet kesempatan sekolah lagi dan dibiayai pula. Pengen banget rasanya gw bilang “iya”
Kata hati gw pun mengatakan iya, tapi entah kenapa susah untuk di ungkapkan.
Di perjalanan pulang, pikiran gw melanglang buana ke nasib hubungan gw ma ko. Gw stuck. I didn’t find any way, tapi gw tersenyum-senyum sendiri inget kata-kata “love will find the way.” Sedikit tenang, tapi kembali terusik oleh iming-iming sekolah post graduate di Aussie.
Sekarang, rasa ragu itu kian merajai gw. Ada banyak hal yang harus gw pertimbangkan selain title dan karir ang menjanjikan itu. Kemampuan gw sendiri. I hate teaching actually, tapi entah kenapa Tuhan selalu mempertemukan gw dengan dunia yang gak gw mengerti, bahkan untuk berteori aja gw gak tau. Gw buta. Apa ini batu loncatan yang harus gw lewati dulu sebelum gw benar2 menemukan apa yang gw bisa?tepatnay yang bisa gw pertanggung jawabkan. Gw mencintai pekerjaan gw sebagai wartawan, tapi upah yang gw dapat gak sebanding dengan pengorbanan yang gw lakukan. Gw cinta menulis, tapi tulisan itu belum tentu sepenuhnya menghasilkan. Dan gw tidak terlalu menyukai dunia mengajar, tapi dari situ semua yang gw punya berasal. Dunia itu lebih menjanjikan, simple tapi sangat bermanfaat bagi orang banyak. Tapi dibalik kemuliaan itu ada tanggung jawab moral menanti dan siap untuk dijatuhkan mentalnya ketika ada pekikan “gimana sih gurunya, bisa ngajar atau nggak?” di tittik itulah semua title yang gw punya dipertaruhkan. Gw sama sekali gak prnah mencintai pekerjaan ini, gw pun gak pernah berharap untuk jadi panutan anak-anak murid, bahkan bermimpi unutk berada didepan kelas pun gw gak pernah.
Back to Aussie, tentang besiswa yang meragukan itu, gw jadi makin sangsi ketika ada sebuah institusi dengan Cuma-Cuma memberikan scholarship pada anak fresh graduate yang IPKnya rendah ini,entah gw ketiban durian runtuh atau malah terjebak dalam money politic para kaum institusi itu. Belum ada yang nyata dalam benak gw. Ilustrasi eko pun makin jelas bahwa semua itu adalah jebakan batman yang ujungnya gw akan menaggung biaya itu sendiri tapi diawalnya mungkin tidak demikian. Atau dengan dasar pertimbangan tanggung jawab atas petuah Ms. Maya tadi, untuk apa gelar gw berderet tapi gw gak mampu untuk mengajar. Dan ini bukan mengajar anak SD sampai SMA tapi diatas itu, MAHASISWA. Dan gw tau sifat-sifat dasar mahasiswa yang menyebalkan dan suka protes ini-itu sampe berpengaruh pada nasib pengajarnya-dosen. Gak Cuma itu, gelar pun harus gw pertaruhkan,demi harkat dan martabat nama baik gw serta orang-orang yang ada dibalik layar sehingga gw bisa berdiri dihadapan mereka yang memaggil gw engan julukan DOSEN. Semua itu bukan perkara mudah.